Saturday, December 25, 2010

TUNTUNAN AGAMA DALAM PERSETUBUHAN DAN KEBERSIHAN MANDI


A.    PERSETUBUHAN
           1.       Pengertian Jima’ dan Pembagiannya
Jima’ menurut bahasa adalah mengumpulkan bilangan. Seperti ungkapan ungkapan “mengumpulkan” perkara seperti ini, maksudnya telah terkumpul bersamanya. Arti bahasa yang lain adalah persetubuhan atau persenggamaan.
Menurut istilah jima’ adalah memasukkan dzakar (penis) laki-laki ke dalam farji (vagina) perempuan. Dan bisa dikatakan jima’ walaupun yang masuk hanya kepala dzakar saja, ataupun hanya sentuhan antara kepala dzakar dengan farji. Adapun aktifitas antara seorang suami dan istrinya sebelum memasukkan ini disebut sebagai pendahuluan jima’.
Dikatakan jima’ apabila memasukkannya adalah ke dalam farji (vagina) perempuan. Seandainya penis masuk ke dalam dubur (anus) atau lubang di tubuh yang bukan farji maka ia bukan dinamakan jima’. Bahkan hal itu termasuk penyimpangan yang biasa dikenal sebagai liwath (sodomi).
Walaupun pengertian bentuk jima’ itu satu, tetapi dari sisi hukum terbagi menjadi beberapa hukum:
a.       Jima’ yang halal
Jima’ yang halal adalah yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah,, atau dilakukan oleh seorang laki-laki dengan amat (budak perempuan)-nya (dikala masih ada amat). Tetapi zaman sekarang sudah tidak ada lagi amat. Jadi bersenggama dengan istri sendiri itu hukumnya halal, bahkan suami istri yang melakukan jima’ mendapatkan pahala dan ganjaran dari Allah SWT. Hal itu dalam rangka menunaikan (memenuhi) syahwatnya. Firman Allah yang menggambarkan keadaan orang mukmin dalam surat al-Mukminun:
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-Mukminun: 5-7).
Maksud ayat tersebut adalah tidak ada dosa atas seorang mukmin yang mendatangi (menyetubuhi) istrinya yang ia miliki secara sah. Disinilah kelebihan orang mukmin yang benar-benar mukmin, dimana ia sanggup dan busa menahan syahwat kecuali terhadap istrinya.

b.      Jima’ yang haram
Jima’ yang haram ini adalah yang dilakukan dengan cara zina, yaitu mereka yang melakukannya dengan selain istrinya. Zina adalah termasuk dosa besar, karena Allah SWT sangat membenci orang-orang yang melakukan perbuatan zina. Banyak sekali keterangan-keterangan di dalam Al-Qur’an dan dalam hadist yang menerangkan hukuman keras bagi yang melakukan zina, dimana mereka dihukum cambuk seratus kali, dan ada yang dihukum rajam (dilempari dengan batu), yakni Muhsan (pezina yang sudah mempunyai suamu atau istri) hingga mati.
Jima’ bisa berubah menjadi haram jika yang melakukan jima’ pada saat waktu dan tata cara yang diharamkan oleh agama, maka jima’ yang seharusnya memperoleh pahala berubah menjadi dosa.
1)      Saat nifas atau menstruasi
Suami haram melakukan jima’ disaat istri sedang menstruasi atau nifas. Ini sudah hukum dan ketentuan sah dari agama bahwa wanita mengeluarkan darah menstruasi atau nifas tidak boleh didekati dengan jima’.
                        Firman Allah SWT:
“Mereka bertanya pada engkau (wahai Muhammad) mengenai persoalan darah menstruasi, maka jawablah darah tersebut merupakan kotoran, oleh karenanya hindarilah wanita-wanita ketika dalam keadaan menstruasi, dan janganlah kamu bersetubuh dengan mereka sampai mereka suci. Manakala mereka sudah suci (kemudian melakukan mandi) maka bersetubuhlah kamu dengan mereka sebagaimana Allah memerintahkanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang ahli taubat dan ahli bersuci”. (QS. Al-Baqarah: 222).
Para ulama kemudian mengqiyaskan bahwa tidak hanya mens saja melainkan wanita yang mengeluarkan darah nifas yang keluar setelah melahirkan juga wajib dijauhi seperti menjauhi tatkala mereka menstruasi.

2)      Ketika menunaikan ihram (haji)
Orang yang sedang beribadah haji jelas dilarang Allah SWT melakukan persetubuhan. Bahkan mengeluarkan perkataan-perkataan panas yang menimbulkan nafsu pun dilarang keras.
3)      Siang hari bulan Ramadhan
Diperbolehkan melakukan persetubuhan di malam bulan Ramadhan bilamana syahwat tak tertahankan. Tapi kalau siangnya dilarang keras dan haram melakukan persetubuhan.
Firman Allah SWT:
“Dihalalkan untukmu malamnya (bulan) Ramadhan melakukan persetubuhan dengan istrimu…..” (QS. Al-Baqarah: 187).

4)      Jima’ dari belakang
Yang dimaksud jima’ dari belakang adalah bukan jalan yang ditentukan oleh Allah SWT. Melainkan ia menjima’ istri lewat jalan anus, dan ini jelas dilarang oleh agama dan ilmuwan. Dialah jenis orang yang tidak menjaga kehormatan, sebab orang yang melakukan sesuatu diluar yang sudah ditentukan oleh Allah SWT disebut melampaui batas.
5)      Mengingat bayangan selain istri
Jika pada saat-saat suami haram melakukan persetubuhan tetapi pada saat halal tersebut suami membayangkan wanita lain selain istrinya ketika jima’ berlangsung, maka jima’ seperti itu haram hukumnya. Sebab dipelupuk hatinya tidak istri sah, akan tetapi wanita lain hasil perselingkuhan.
6)      Homosex atau lesbian
Perilaku homosex untuk laki-laki dan lesbian untuk perempuan, dimana arti homosex ialah hubungan sex laki-laki dengan laki-laki. Sedangkan lesbian ialah hubungan sex perempuan dengan perempuan.
Libido sexual seperti ini jelas-jelas hukumnya haram. Sebenarnya mereka menyadari tentang diri yang tidak mampu dan puas bila berhubungan dengan lawan jenisnya. Ini tingkat yang sudah tinggi sekali. Yang jelas mereka telah melakukan penyimpangan sexual yang diharamkan Allah SWT.
c.       Sunnat
Kebiasaan jima’ sunnat dalam senggama atau jima’ ialah mencakup seluruh tata karma jima’ yang nanti dibahas secara khusus mengenai praktek jima’ yang akhlaki. Semua membahas kesunnatan-kesunnatan dalam jima’, misal: (1) pakai wangi-wangian, (2) pada tempat yang remang-remang, (3) menahan tidak melakukan jima’ bilamana istri menstruasi atau nifas sampai mereka suci, (4) membersihkan bekas-bekas noda jima’ bilamana ingin mulai kembali, (5) mencukur bulu-bulu sekitarnya, (6) yang penting ialah doa yang nanti akan dijabarluaskan pada babnya sendiri.
d.      Makruh
Ketahuilah bahwa makruh ialah perkara yang sangat dibenci dan tak ada berkah atau rahmat untuknya. Adapun perilaku sex yang makruh ialah kebalikan daripada perilaku sunnat. Artinya siapa saja suami istri yang jima’ tidak memperdulikan kesunnatan-kesunnatan jima’ yang disebutkan nanti atau contoh cuplikan di atas, maka dia sama dengan melakukan perkara makruh dalam jima’nya.

           2.       Pendahuluan Jima’
Agar aktifitas bersenggama itu benar-benar siap bagi pasangan suami istri, maka perlu diperhatikan hal-hal seperti, pendahuluan dan persiapan (pemanasan) untuk bersenggama terlebih dahulu, dan saling membantu untuk mendapatkan kenikmatan yang puncak bagi pasangannya. Sebab pemanasan dalam jima’ itu bisa menjadi tolak ukur kebahagiaan suami istri. Ada beberapa cara untuk pemanasan dan menimbulkan gairah dalam berkumpul antara suami istri. Diantara yang terpenting adalah:
a.       Bersolek dan memakai wangi-wangian
Bersolek dan memakai wangi-wangian merupakan penyempurnaan bagi suami istri, untuk menampilkan secantik mungkin bagi istri dan segagah mungkin bagi suami. Berhias merupakan kepuasan (kesenangan) bagi mata, karena mata bisa menjadi bahagia ketika menatap hal-hal yang indah. Wangi-wangian adalah kepuasan indera penciuman, karena manusia akan merasa bahagia dengan mencium udara yang wangi.
Juga termasuk dalam berdandan atau bersolek bagi istri adalah memakai perhiasan emas dan yang lainnya di depan suaminya. Termasuk dalam hal bersolek lainnya adalah sang istri menata rambutnya seindah mungkin. Masih hal bersolek lainnya istri menjaga badan supaya kelihatan segar, langsing dan indah karena kesegaran dan keindahan badan termasuk salah satu unsure kecantikan.
Untuk suami hendaknya mencukur rambutnya agar kelihatan rapi sehingga tampak sebagian kulit kepala yang bersih, terutama memotong kumis dan sebagian jenggot agar bibirnya tampak bersih.
Kalau suami dan istri selalu memperhatikan masalah-masalah ini terutama melestarikannya ketika sebelum bersenggama, maka sesungguhnya keduanya benar-benar mewujudkan faktor-faktor terpenting sebuah kebahagiaan dalam rumah tangga mereka.
b.      Membuka pakaian
Melepaskan pakaian ketika akan melakukan jima’. Tapi pesan agama jangan telanjang bulat dan yang terbaik tutuplah dengan selimut. Dan tetaplah di dalam selimut bersatu dan jangan lupa membaca doa.
c.       Bercumbu rayu
Bercumbu rayu adalah pemanasan terakhir sebelum bersenggama, sebelum memasuki inti dari bersetubuh yang dimaksud dengan bercumbu adalah bermain-main dan bermesraan baik dengan perbuatan maupun dengan kata-kata, sehingga gairah syahwat akan semakin tinggi. Adapun bercumbu dengan perbuatan misalnya:
1)      Ciuman. Maksudnya adalah saling berciuman antara suami istri, paling bagus adalah beradu bibir dan diperbolehkan menghisap bibir.
2)      Meraba dua buah dada. Maksudnya suami memainkan dua buah dada istrinya, menciuminya dan menyusunya. Saling bercumbu pada anggota tubuh pasangan bisa dilakukan dengan sentuhan anggota tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya.
3)      Berpelukan. Ini adalah tahapan suami istri saling menempelkan kulitnya masing-masing dengan cara saling memeluk dan merangkul sehingga akan menambah kenikmatan.

           3.       Etika Jima’
Adapun beberapa etika jima’ yang terpenting adalah sebagai berikut:
a.       Membaca basmalah dan doa sebelum jima’
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim, Ahmad dan para pemilik kitab sunan lainnya, dari Abbdullah bin Abbas ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya jika salah seorang diantara kalian mau mendatangi (menggauli) istrinya, maka bacalah doa: Bismillah (dengan menyebut nama Allah), Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari yang telah engkau anugerahkan kepada kami.” Jika dari hubungan keduanya itu ditakdirkan memperoleh keturunan maka setan tidak pernah akan dapat memberi madharat (bahaya) pada anak tersebut.”
b.      Melakukan pendahuluan (pemanasan) jima’
Maksudnya adalah agar ketika suami mendatangi istrinya, sang istri telah mengerti keinginan suaminya dan ia menerima ajakan suaminya. Seorang istri mencintainya suaminya sebagaimana suami juga mencintainya. Akan tetapi seorang istri tidak mesti selalu dalam keadaan siap untuk melakukan persetubuhan setiap saat. Berbeda dengan seorang laki-laki yang selalu siap melakukannya kapan saja.
c.       Dengan cara yang lembut dan suami tidak tergesa-gesa
Tujuan jima’ adalah menjaga kehormatan bagi setiap suami istri untuk menunaikan keinginan dan syahwat terhadap pasangannya. Hal itu memerlukan keharmonisan keduanya dan perasaan rileks ketika bersenggama. Tentu saja ini tidak akan terwujud kecuali jika suami berlaku lembut tanpa paksaan. Maka jika suami berlaku keras dan memaksa, tentu istri akan menjauhi dirinya dan ia benci mendekati suaminya dikarenakan suami telah menyakitinya. Sehingga perlu diperhatikan suami agar berlaku lembut dan tidak tergesa-gesa untuk mendapatkan kenikmatannya. Sebab laki-laki biasanya lebih cepat mencapai klimaks (ejakulasi) dibanding wanita. Maka jika suami telah menunaikan hajatnya (orgasme), hendaknya suami jangan tergesa-gesa berhenti menyetubuhi istri (mencabut penis dari vagina) sampai sang istri juga bisa mencapai orgasme. Sebab jika suami menghentikan persetubuhan sebelum istri mencapai orgasme, maka hal itu akan menyakiti istrinya.
d.      Hanya berduaan saja
Bila suami ingin mengumpuli istri, maka hendaklah dalam keadaan berduaan saja di dalam kamar tanpa ada orang lain bersama keduanya walaupun anak yang masih kecil.
e.       Lepaskanlah semua pakaian yang menutupi suami dan istri
Apabila suami istri ingin berkumpul maka pasangan suami istri itu boleh menelanjangi pasangannya, karena tidak ada larangan secara mutlak mengenai hal itu tetapi hendaklah memakai selimut.

           4.       Tata Cara Jima’
Yang dimaksud dengan tata cara jima’ yaitu bagaimana seorang suami menggauli istrinya.
a.       Niat yang saleh
Artinya tidak memperkosa seorang istri dalam hal permainan seks. Jangan sampai seorang istri merasa takut dan enggan tiap kali diajak jima’.
b.      Berdoalah sebelum engkau memasukkan
Lirihkan doa ini:
“Atas nama Allah, jauhkanlah ridu syetan dari kami, dan jauhkanlah setan dari karunia (anak) yang engkau berikan kepada kami.” (HR. Imam Bukhori).
Orang yang melakukan jima’ dan dia tidak menyebut Asma Allah maka setan mencampuri lubang dzakar, sehingga setan itulah yang melakukan jima’ bersamanya.
c.       Pertama-tama mengusap-usapkan ujung sama ujung
Peganglah batang dzakar yang sudah ereksi dengan tangan kiri (jangan dengan tangan kanan demi menghormati fungsi tangan kanan). Dipegang sambil menggosok-gosokkan raksil khumrah (khasafah atau penis) di atas suthal farji atau mulutnya faraj istri.
d.      Jangan di-Azl
Azl adalah mengeluarkan dzakar dari faraj wanita ketika sperma memancar. Dan yang bijaksana seperti ditulis diatas, ialah saling tekan dari atas dan bawah oleh suami atau bersamaan.
e.       Melanggengkan dalam faraj sampai istri orgasme
Ketika suami sudah orgasme sebelum istrinya, maka suami harus melakukan terus sapai istri mencapai orgasme dan sikap ini hukumnya sunnat.

B.     KEBERSIHAN MANDI
Shalat sebagaimana yang kita ketahui, sahnya juga suci dari hadast besar. Cara menghilangkan hadast besar dengan mandi wajib, yaitu membasuh seluruh tubuh mulai dari puncak kepala hingga ujung kaki.
Sebab-sebab yang mewajibkan mandi:
1.      Bertemunya dua khitan (bersetubuh).
2.      Keluar mani disebabkan bersetubuh atau dengan lain-lain.
3.      Mati dan matinya itu bukan mati syahid.
4.      Kerena selesai nifas (bersalin, setelah selesai berhentinya keluar darah seseudah melahirkan).
5.      Karena wiladah (setelah melahirkan).
6.      Kerena selesai haid.

a.      Fardhu Mandi
1.      Niat : bersama-sama dengan mula-mula membasuh tubuh.
Lafadzh niat:
ﻧﻮ ﻴﺖ ﺍﻠﻐﺳﻞ ﻠﺮ ﻔﻊ ﺍﻠﺤﺪ ﺚ ﺍﻻ ﻜﺑﺮ ﻔﺮﻀﺎ ﷲ ﺘﻌﺎﻠﻰ
“Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar fardhu karena Allah.”
2.      Membasuh seluruh badannya dengan air, yakni meratakan air ke semua rambut dan kulit.
3.      Menghilangkan najis.
b.      Sunnat Mandi
1.      Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh tubuh.
2.      Membaca basmallah pada permulaan mandi.
3.      Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan bagian kanan daripada kiri.
4.      Membasuh badan samapai tiga kali.
5.      Membaca doa sebagaimana membaca doa sesudah berwudhu.
6.      Mendahulukan mengambil air wudhu yakni sebelum mandi disunnatkan berwudhu terlebih dahulu.

No comments:

Post a Comment